Jumat, 11 Mei 2012

MAKALAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN MANUSIA DEWASA DAN USIA LANJUT DALAM PSIKOLOGI ISLAM


PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN MANUSIA MASA DEWASA DAN USIA LANJUT DALAM PSIKOLOGI ISLAM
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
Psikologi Islam
Dosen Pembimbing:

Diususun Oleh :
Dian Mutiarasari
08470051

PRODI KEPENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2011


BAB. I
PENDAHULUAN
            Perubahan dalam diri manusia terdiri atas perubahan kualitatif akibat dari perubahan psikis, dan perubahan kuantitatif akibat dari perubahan fisik. Perubahan kualitatif tersebut sering disebut dengan perkembangan, sedangkan perubahan kuantitatif sering disebut dengan pertumbuhan. Persoalan yang menjadi topic bahasan psikologi adalah perubahan kualitatif atau perkembangan, sebab hal itu terkait dengan fungsi struktur kejiwaan yang kompleks beserta dinamika prosesnya, meskipun disadari bahwa pertumbuhan fisik sedikit banyak berkorelasi dengan perkembangan psikis.
            Dalam makalah ini akan dibahas mengenai pertumbuhan dan perkembangan khususnya manusia masa dewasa dan usia lanjut dalam perspektif psikologi Islam.



BAB.II
PEMBAHASAN

A.    Pertumbuhan Dan Perkembangan Dalam Psikologi Islam

1.      Pengertian pertumbuhan dan perkembangan
            Perkembangan dapat diartikan sebagai “perubahan yang progresif dan kontinyu (berkesinambungan) dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati. Pengertian lain dari perkembangan adalah “perubahan-perubahan yang alami individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya yang berlangsung secara sistematis, progresif dan berkesinambungan baik menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah)”.[1]
            Perubahan dalam diri manusia terdiri atas perubahan kualitatif akibat dari perubahan psikis, dan perubahan kuantitatif akibat dari perubahan fisik. Perubahan kualitatif tersebut sering disebut dengan “perkembangan”, seperti perubahan dari tidak mengetahui menjadi mengetahuinya, dari kekenak-kanakan menjadi dewasa, dst. Sedangkan perubahan kuantitatif sering disebut dengan “pertumbuhan”, seperti perubahan tinggi dan berat badan. Persoalan yang menjadi topic bahasan psikologi adalah perubahan kualitatif atau perkembangan, sebab hal itu terkait dengan fungsi struktur kejiwaan yang kompleks beserta dinamika prosesnya, meskipun disadari bahwa pertumbuhan fisik sedikit banyak berkorelasi dengan perkembangan psikis.
2.      Periodesasi dan tugas-tugas perkembangan
Banyak teori mengenai periodesasi dan tugas-tugas perkembangan manusia. Sigmund Freud dari psikoanalisa membagi perkembangan psikis manusia dalam empat fase, diantaranya:[2]
1)      Fase oral; fase dimana sumber kesenangan atau kenikmatanpokok diperoleh dari kegiatan-kegiatan mulut, seperti menetek, mengisap, menggigit-gigit, berbicara, mengunyah, makan, dsb.
2)      Fase anal; fase diman sumber kesenangan dan kenikmatan diperoleh dari kegiatan yang berasosiasi dengan rangsangan pasa daerah dubur, khususnya pada pembuangan air besar.
3)      Fasi phalik; fase dimana pusat dinamika perkembangan pada perasaan-perasaan seksual dan agresif berkaitan dengan mulai berfungsinya ogan-organ genital.
4)      Fase genital; fase dimana kesenangan dan kegairahan seksual diperoleh melalui rangsangan dari organ-organ kelamin.
Dalam psikologi Islam manusia memiliki struktur ruh yang keberadaannya menjadi esensi manusia. Struktur ruh memiliki alam tersendiri, yang disebut alam arwah, yang mana alam tersebut ada di luar dan di dalam alam manusia. Alam ruh di luar alam dunia ada kalanya sebelum kehidupan dunia dan ada kalanya sesudahnya. Oleh sebab itu, kehidupan manusia meliputi tega alam besar, yaitu: alam perjanjian, alam dunia dan alam akhirat.
Alam perjanjian (alam misaq) yang merupakan alam pra-kehidupan dunia dan menjadi rencana dan member motivasi kehidupan manusia di dunia. Pada alam ini, struktur biologis manusia belum terbentuk dan satu-satunya struktur yang bereksistensi adalah ruh. Saiyid Husen Naser menyatakan bahwa alam ini berkaitan dengan asrar alast (rahasia alustu) yang Allah telah memberikan perjanjian primordial kepada manusia.
Alam dunia (dunyawi) yang merupakan alam pelaksanaan atas rencana Tuhan yang telah ditetapkan pada alam primordial. Tugas-tugas perkembangan dalam kehidupan di alam dunia adalah aktualisasi realisasi diri terhadap perjanjian tersebut, sehingga kualitas dan integritas  kehidupan manusia sangat tergantung sejauh mana ia mampu merealisasikan perjanjian tersebut. Pada alam ini, selain struktur ruh juga telah terbentuk struktur jasad. Gabungan antara ruh dan jasad menjadi satu struktur yang disebut dengan struktur nafsani.
Periodesasi dalam psikologi Islam dapat ditentukan sebagai berikut:[3]
1)      Periode pra-konsepsi: periode perkembangan manusia sebelum masa pembuahan sperma dan ovum.
2)      Periode pra-natal: periode perkembnagan manusia yang dimulai dari pembuahan sperma dan ovum sampai masa kelahiran. Periode ini dibagi menjadi 4 fase; (1) fase nuthfah (zigot) yang dimulai sejak pembuahan sampai usia 40 hari dalam kandungan, (2) fase ‘alaqah (embrio) selama 40 hari, (3) fase mughghah (janin) selama 40 hari dan, (4) fase peniupan ruh ke dalam janin setelah genap empat bulan, yang mana janin manusia telah terbentuk secara baik, kemudian ditentukan hukum-hukum perkembangannya, seperti masalah-masalah yang berkaitan dengan perilaku (seperti sifat, karakter dan bakat), kekayaan, batas usia, dan bahagia-celakanya. Tugas-tugas perkembngan yang diperankan oleh orang tua adalah; (1) memelihara suasana psikologis yang damai dan temtram, agar secara psikologis janin dapat berkembnag secara normal, (2) senantiasa meningkatkan ibadah dan meninggalkan maksiat, terutama bagi ibu agar janinnya mendapat sinaran cahaya hidayah dari Allah SWT, (3) berdoa kepada Allah SWT, terutama sebelum 4 bulan dalam kandungan, sebab masa-masa itu hukum-hukum perkembangan akan ditetapkan.
3)      Periode kelahiran sampai meninggal dunia
Periode ini memiliki beberapa fase seperti yang terkandung dalam ayat-ayat berikut:
$ygƒr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# bÎ) óOçFZä. Îû 5=÷ƒu z`ÏiB Ï]÷èt7ø9$# $¯RÎ*sù /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 5>#tè? §NèO `ÏB 7pxÿõÜœR §NèO ô`ÏB 7ps)n=tæ ¢OèO `ÏB 7ptóôÒB 7ps)¯=sƒC ÎŽöxîur 7ps)¯=sƒèC tûÎiüt7ãYÏj9 öNä3s9 4 É)çRur Îû ÏQ%tnöF{$# $tB âä!$t±nS #n<Î) 9@y_r& wK|¡B §NèO öNä3ã_̍øƒéU WxøÿÏÛ ¢OèO (#þqäóè=ö7tFÏ9 öNà2£ä©r& ( Nà6ZÏBur `¨B 4¯ûuqtGムNà6ZÏBur `¨B Štãƒ #n<Î) ÉAsŒör& ̍ßJãèø9$# Ÿxøx6Ï9 zNn=÷ètƒ .`ÏB Ï÷èt/ 8Nù=Ïæ $\«øx© 4 ts?ur šßöF{$# ZoyÏB$yd !#sŒÎ*sù $uZø9tRr& $ygøŠn=tæ uä!$yJø9$# ôN¨tI÷d$# ôMt/uur ôMtFt6/Rr&ur `ÏB Èe@à2 £l÷ry 8kŠÎgt/ ÇÎÈ     
Artinya: Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), Maka (ketahuilah) Sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya Dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. dan kamu Lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. (Al-hajj:5)
* ª!$# Ï%©!$# Nä3s)n=s{ `ÏiB 7#÷è|Ê ¢OèO Ÿ@yèy_ .`ÏB Ï÷èt/ 7#÷è|Ê Zo§qè% ¢OèO Ÿ@yèy_ .`ÏB Ï÷èt/ ;o§qè% $Zÿ÷è|Ê Zpt7øŠx©ur 4 ß,è=øƒs $tB âä!$t±o ( uqèdur ÞOŠÎ=yèø9$# ㍃Ïs)ø9$# ÇÎÍÈ  
Artinya: Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari Keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah Keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah yang Maha mengetahui lagi Maha Kuasa. (Ar-Rum: 54)
(#þqßJn=ôã$# $yJ¯Rr& äo4quysø9$# $u÷R9$# Ò=Ïès9 ×qølm;ur ×puZƒÎur 7äz$xÿs?ur öNä3oY÷t/ ֍èO%s3s?ur Îû ÉAºuqøBF{$# Ï»s9÷rF{$#ur ( È@sVyJx. B]øxî |=yfôãr& u$¤ÿä3ø9$# ¼çmè?$t7tR §NèO ßkÍku çm1uŽtIsù #vxÿóÁãB §NèO ãbqä3tƒ $VJ»sÜãm ( Îûur ÍotÅzFy$# Ò>#xtã ÓƒÏx© ×otÏÿøótBur z`ÏiB «!$# ×bºuqôÊÍur 4 $tBur äo4quysø9$# !$u÷R$!$# žwÎ) ßì»tFtB Írãäóø9$# ÇËÉÈ  
Artinya: Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan Para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu Lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (Al-Hadid:20)
Dari ayat pertama menunjukkan bahwa kehidupan dunia terbagia atas 3 fase yaitu: (1) fase kanak-kanak (al-tifl) atau fase diman kondisi seseorang masih lemah (karena bayi atau kanak-kanak), (2) fase baligh atau fase dimana kondisi seseorang menjadi kuat dan dewasa, (3) fase usia lanjut, yang secara psikologis ditandai dengan kepikunan dan secara biologis ditandai dengan rambut beruban dan kondisi tubuh yang lemah. Sementara ayat yang ke-3 menunjukkan lima fase kehidupan dunia, yaitu: (1) fase permainan (la’ib), dimulai post-natal sampi sekitar usia 5 tahun. Pada fase ini anak hanyalah barang permainan yang dimainkan oleh orang dewasa. Ia tidak memiliki inisiatif hidup melainkan sekedar mengikuti naluri atau insting hidupnya, (2) fase main-main (lahw), dimulai sekitar usia 6 tahun sampai usi 13 tahun. Pada fase ini kehidupan manusia adalah untuk main-main untuk kesenagan semata, tanpa memilikitujuan yang hakiki, (3) menghias dan mempercantik diri (zianab), dimulai sekitar usia 14 tahun sampai pada usia 24 tahun. Pada fase ini hidup adalah untuk mempercantik diri karena masa pubernya mulali tumbuh. Ia tidak lagi memikirkan dirinya tetapi bagaimana ia dapat memiliki dan diakui orang lain, (4) bermegah-megahan (tafakhur) dimulai sekitar usia 25 sampai sekitar 39 tahun. Pada fase ini kecenderungan seseorang adalah bermegah-megahan terhadap apa yang telah dirintis di fase sebelumnya, seperti gelar akademik, pekerjaan, dan peran di dalam masyarakat, (5) memperbanyak (takatsur) dan menikmati harta dan anak, dimulai sekitar usia 40 sampai meninggal dunia.
Dari periode ke-3 ini dapat diperoleh bahwa fase-fase perkembangan pada period eke-3 adalah: [4]
1)      Fase neo-natus; dimulai kelahiran sampai kira-kira minggu ke-4. Tugas-tugas perkembnagan yang dilakukan oleh orang tua adalah; (1) membacakan adzan di telinga kana dan membacakan iqamah di telinga kiri ketika anak baru lahir, (2) memotong akikah, dua kambing untuk bayi laki-laki dan seekor kambing untuk bayi perempuan, (3) member nama yang baik, yaitu nama yang secara psikologis mengingatkan atau berkorelasi dengan perilaku yang baik, (4) membiasakan hidup yang bersih dan suci, (5) member ASI sampai usia 2 tahun
2)      Fase kanak-kanak (al-thifl); yaitu fase yang dimulai usia sebulan sampai usia sekitar tujuh tahun. Tugas-tugas perkembangannya adalah; (1) pertuimbuhan potensi-potensi indra dan psikologis seperti, pendengaran, penglihatan dan hati nurani. Tugas orang tua adalah bagaimana mampu merangsang pertumbuhan berbagai potensi tersebut, agar anaknya mampu berkembang secara maksimal, (2) mempersiapkan diri dengan cara membiasakan dan melatihhidup yang baik, seperti dalam bicara, makan, bergaul, penyesuaian diri dengan lingkungan dan berperilaku, (3) pengenalan aspek-aspek doctrinal agama, terutama yang berkaitan dengan keimanan.
3)      Fase tamyiz; fase dimana anak mulai mampu membedakan yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah.fase ini dimulai sekitar usia 7 sampai 12 atau 13 tahun. Tugas-tugas perkembangannya adalah: (1) perubahan persepsi konkrit menuju pada persepsi yang abstrak misalnya persepsi mengenai ide-ide ketuhanan, alam akhirat dsb, (2) pengembangan ajaran-ajaran normative agama melaui institusi sekolah, baik yang berkenaan dengan aspek kognitif, afektif maupun pikomotorik.
4)      Fase baligh; fase dimana usia anak sampai dewasa. Usia ini anak telah memiliki kesadaran penuh akan dirinya, sehingga ia diberi beban tanggungjawab (taklif), terutama tanggungjawab agama dan social. Fase ini diperkirakan dimulai anatara usia 12-15 tahun. Tugas-tugas perkembangan di fase ini adalah: (1) memahami segala titah (al-kithab) Allah SWT, (2) menginternalisasikan keimanan dan pengetahuan dalam tingkah laku nyata, baik yang berhubungan dengan diri sendiri, keluarga, komunitas social, alam semesta maupun pada Tuhan, (3) memiliki kesediaan untuk mempertanggungjawabkan apa yang diperbuat, (4) membentengi diri dari segala perbuatan maksiat dan mengisi diri denagn perbuatan baik, (5) menikah jika telah memiliki kemampuan, (6) membina keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah, (7) mendidik anak-anaknya dengan pendidikan yang bermanfaat bagi dirinya sendiri, keluarga, social dan agama.
5)      Fase kearifan dan kebijakan; fase dimana seseorang telah memiliki tingkat kesadaran  dan kecerdasan emosional, moral, spiritual, dan agama secara mendalam. Fase ini dimulai usia 40 sampai meninggal dunia. Tugas-tugas perkembangan fase ini adalah: (1) transinternalisasi sifat-sifat Rasul yang agung (shidiq, amanah, fathanah, tabligh, (2) meningkatkan kesadaran akan peran social dengan niatan amal shalih, (3) meningkatkan ketakwaan dan kedekatan (taqarrub) kepada Allah SWT, (4) mempersiapkan diri sebaik mungkin, sebab usia-usia seperti ini mendekati kematian. Pada fase ini seseorang terkadang tidak mampu mengaktualisasikan potensinya, bahkan kesadarnnya menurun atau bahkan menghilang. Kondisi ini dikarenakan menurunnya syaraf-syaraf atau organ-organ tubuh lainnya sehingga menjadikan kepikunan.
6)      Fase kematian; fase dimana nyawa telah hilang dari jasad manusia. Hilangnya nyawa menunjukkan pisahnya ruh dan jasad manusia, yang merupakan akhir dari kehidupan dunia. Fase ini diawali dengan adanya naza’, yatu awal pencabutan nyawa oleh malaikat maut (Malaikat Izrail) sehingga ruh terpisah dengan jasad. Setelah kematian jasad manusia dikubur dan kembali menjadi tanah sebab ia berasal dari tanah, sementara ruhnya kembali kea lam arwah. Fase ini disebut dengan fase barzah, yaitu fase antara kematian sampai datangnya hari kiamat.  Tugas-tugas perkembangan pada fase ini adalah: (1) memberikan wasiat kepada keluarga jika terdapat masalah yang perlu diselesaikan, seperti wasiat tentang pengembalian hutang, mewakafkan sebagian hartanya untuk keperluan agama dsb, (2) tidak mengingat apapun kecuali berdzikir kepada Allah SWT, (3) mendengarkan secara saksama takqin yang dibacakan oleh keluarga kemudian menirukannya, (4) bagi orang yang hidup maka diwajibkannya untuk memandikan, member kain kafan, menshaliati, dan mengubur jasad mayat.
Alam terakhir dari perkembangan manusia adalah alam akhirat. Alam ini dimulai dari kematian manusia sampai datangnya hari kiamat, yaitu hari dimana manusia memperoleh balasan atas aktivitas yang pernah ia lakukan di dunia. Alam ini memiliki beberapa periode; (1) periode tiupan sangkakala dan kebangkitan yang disebut yawm ba’as, (2) periode dikumpulkan di Padang Mahsyar yang disebut dengan yawm al-hasyr, (3) periode perhitungan amal dengan timbangan (mizan), (4) periode melewati titian (shirath), (5) periode masuk surge atau neraka. [5]

3.      Factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
Dalam psikologi perkembangan, terdapat 3 aliran besar yang memiliki pendapat tentang factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan:
1)      Aliran Nativisme; suatu aliran yang menitik beratkan pandangan-pandangannya pada peranan sifat bawaan, keturunan sebagai penentu perkembangan tingkah laku seseorang
2)      Aliran Empirisme/Environmentalisme; suatu aliran yang menitik beratkan pandangannya pada peranan lingkungan sebagai penentu perkembangan tingkah laku.
3)      Aliran Konverensi; aliran yang menghubungkan dua aliran dia atas. Konvergensi adalah interaksi antara factor hereditas dan factor lingkungan dalam proses perkembangan tingkah laku. Penentu kepribadian seseorang ditentukan oleh kerja yang integral antara factor internal (potensi bawaan) maupun factor eksternal (lingkungan pendidikan)

B.     Pertumbuhan dan Perkembangan pada Masa Dewasa dan Usia Lanjut dalam Psikologi Islam

1.      Agama pada masa dewasa
Elizabeth B. Hurlock membagi masa dewasa menjadi tiga bagian:
a.       Masa dewasa awal
b.      Masa dewasa madya
c.       Masa usia lanjut
Pembagian senada juga dilakukan oleh beberapa ahli psikologi. Lewis Sherril membagi masa dewasa menjadi:[6]
a.       Masa dewasa awal, masalah yang dihadapi adalah memilih arah hidup yang akan diambil dengan menghadapi godaan berbagai kemungkinan pilihan
b.      Masa dewasa tengah, sudah mulai menghadapi tantangan hidup, sambil memantapkan tempat dan mengembangkan filsafat untuk mengolah kenyatan yang tidak disanka-sangka. Jadi masalah sentral pada masa ini adalah mencapai pandangan hidup yang matang dan utuh yang dapat menjadi dasar dalam membuat keputusan secara konsisten
c.       Masa dewasa akhir, cirri utamanya adalah “pasrah”. Pada masa ini minat dan kegiatan kuarang beragama. Hidup menjadi kurang rumit dan lebih berpusat pada hal-hal yang sungguh-sungguh berarti. Kesederhanaan lebih sangat menonjol pada usia tua.
            Sementara menurut Erikson, masa dewasa muda merupakan pengalaman menggali keintiman (intimacy), kemampuan untuk membaurkan identitas anda dengan identitas orang lain tanpa takut bahwa anda akan kehilangan sesuatu dari diri anda. Masa dewasa tengah merupakan masa produktivitas maksimum. Pada masa ini kekuatan watak yang muncul, perhatian (care) rasa prihatin dan tanggungjawab yang menghargai siapa yang membutuhkan perlindungan dan perhatian. Masa dewasa akhir merupakan masa kematangan. Masalah sentral dalam masa ini adalah menemukan kepuasan bahwa hidup yang dijalaninya merupakan penemuan dan penyelesaian pada masa tua, terjadi integrasi emosional, sehingga disebut sebagai pencapaian kebijaksanaan (wisdom). Masa dewasa akhir disebut juga dengan masa usia lanjut
            Menurut H. Charlotto Bucher diusia dewasa orang telah memiliki tanggungjawab serta sudah menyadari makna hidup. Dengan kata lain, orang dewasa telah menyadari nilai-nilai yang dipilihnya dan berusaha untuk mempertahankannya. Orang dewasa telah memiliki identitas yang jelas dan kepribadian yang mantap.
            Pada masa dewasa seseorang telah memiliki tanggungjawab terhadap sistem nilai yang dipilihnya, baik sitem nilai yang bersumber pada ajaran-ajaran agama maupun yang bersumber pada norma-norma lain dalam kehidupan. Dengan demikian, sikap keagamaan seseorang di masa dewasa sulit untuk dirubah. Andai terjadi perubahan maka ia telah melalui pertimbangan yang matang.
            Sikap keagamaan yang dipilih, akan dipertahankan sebagai identitas dan kepribadian mereka. Sikap demikian akan membawa mereka merasa mantap dalam menjalankan ajaran agama yang dianutnya. Pilihan tersebut didasarkan pada ajaran yang telah memberikan kepuasan batin dan atas pertimbangan akal sehat.[7]
            Kesadaran beragama pada usia dewasa merupakan dasar dan arah dari kesiapan seseorang untuk mengadakan tanggapan, reaksi, pengolahan dan penyesuaian diri terhadap rangsangan yang datang dari luar. Semua tungkah laku dalam kehidupannya diwarnai oleh sistem kesadaran keagamaannya. Dengan kata lain, kesadaran beragama tersebut tidak hanya melandasi tingkah laku yang tampak, akan tetapi juga mewarnai sikap, pemikiran, iktikad, niat, kemauan serta tanggungjawab serta tanggapan-tanggapan terhadap nilai-nilai abstrak yang ideal, seperti: keadilan, pengorbanan, persatuan, kemerdekaan, perdamaian dan kebahagiaan.
            Motivasi beragama pada orang dewasa didasarkan pada penalaran yang logis, sehingga ia akan mempertimbangkan sepenuhnya menurut logika. Ekspresi beragamapada masa dewasa sudah menjadi hal yang tetap, istiqamah. Artinya, sudah tidak percaya ikut-ikutan lagi, tapi lebih berdasar pada kepuasan atau nikmat yang diperoleh dari pelaksanaan ajaran agama tersebut. Kondisi yang demikian akan memunculkan kematangan dalam beragama. Sebaliknya, bagi mereka yang tidak mempercayai agama, akan tetap kukuh pada sikapnya.
2.      Ciri-ciri sikap keberagamaan pada masa dewasa
Sikap keberagamaan pada orang dewasa mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:[8]
1)      Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang, bukan sekedar ikut-ikutan
2)      Cenderung bersifat realis, sehingga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku
3)      Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama dan berusaha untuk mempelajari dan memperdalam pemahaman keagamaan
4)      Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggungjawab diri hingga sikap keberagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup
5)      Bersikaplebih terbuka dan wawasan lebih luas
6)      Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selai didasarkan atas pertimbangan pikiran juga didasarkan atas pertimbangan hati nurani
7)      Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing, sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami serta melaksanakan ajaran agama yang diyakininya.
8)      Terlihat adanya hubungan antara sikap keberagamaan dengan kehidupan social, sehingga perhatian terhadap kepentingan organisasi social keagamaan sudah berkembang.

3.      Agama pada usia lanjut
            Usia lanjut ini biasanya dimulai pada usia 65 tahun. Pada usia lanjut ini biasanya akan menghadapi berbagai persoalan. Persoalan pertama adalah penurunan kemampuan fisik hingga kekuatan fisik berkurang, aktivitas menurun, sering mengalami gangguan kesehatan yang menyebabkan mereka kehilangan semangat. Pengaruh dari itu semua, mereka yang berada dalam usia lanjut, merasa dirinya sudah tidak berharga lagi atau kurang dihargai.
            Kehidupan keagamaan pada usia lanjut menurut hasil penelitian psikologi agama ternyata meningkat.
            Menurut William James, usia keagamaan yang luar biasa tampaknya justru terdapat pada usia lanjut, ketika gejolak kehidupan seksual sudah berakhir. Pendapat tersebut sejalan dengan realitas yang ada dalam kehidupan manusia usia lanjut yang semakin tekun beribadah. Mereka sudah mulai mempersiapkan diri untuk bekal untuk hidup di akhirat kelak.
            Kecenderungan hilangnya identifikasi diri dengan tubuh dan juga cepatnya datangnya kematian merupakan salah satu factor yang menentukan berbagai sikap keagamaan di usia lanjut.


4.      Cirri-ciri keagamaan pada usia lanjut
Secara garis besar cirri-ciri keberagamaan di usia lanjut adalah:[9]
1)      Kehidupan keagamaan pada usia lanjut sudah mencapai tingkat kemantapan
2)      Meningkatnya kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan
3)      Mulai muncul pengakuan terhadap realitas tentang kehidupan akhirat secara sungguh-sungguh
4)      Sikap keagamaan cenderung mengarah kepada kebutuhan saling cinta antar sesame manusia, serta sifat-sifat luhur
5)      Timbul rasa takut terhadap kematian yang meningkat sejalan dengan pertambahan usia lanjutnya
6)      Perasaan takut kepada kematian ini berdampak pada peningkatan pembentukan sikap keagamaan dan kepercayaan terhadap adanya kehidupan abadi (akhirat)

5.      Kematangan Beragama
            Berbicara tentang kematangan beragama akan terkait erat dengan kematangan usia manusia. Perkembangan keagamaan seseorang untuk sampai padatingkat kematangan beragama dibutuhkan melalui proses yang panjang. Proses tersebut boleh jadi karena melalui proses konversi agama pada diri seseorang atau karena bebarengan dengan kematangan kepribadiannya. Sebagai hasil dari konversi seringkali seseorang menemukan dirinya mempunyai pemahaman yang baik akan kemantapan keagamaannya hingga ia dewasa atau matang dalam beragama. Demikian halnya dengan perkembangan kepribadian seseorang, apabila telah sampai pada tingkat kedewasaan, maka akan ditandai dengan kematangan jasmani dan rohani. Pada saat inilah seseorang sudah memiliki keykinan dan pendirian yang tetap dan kuat terhadap pandangan hidup atau agama yang harus dipeganginya.
            Kematangan atau kedewasaan seseorang dalam beragama biasanyaa ditunjukkan dengan kesadaran dan keyakinan yang teguh karena menganggap benar akan agama yang dianutnya dan ia memerlukan agama dalam hidupnya. Seseorang yang matang dalam beragama bukan hanya memegang teguh paham keagamaan yang dianutnya dan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dengan penuh tanggungjawab, melainkan kadang-kadang juga dibarengi dengan pengetahuan keagamaan yang cukup mendalam. Jika kematangan beragama telah ada pada diri seseorang, segala perbuatan dan tingkah laku keagamaannya senantiasa dipertimbangkan betul-betul dan dibina atas rasa tanggungjawab, bukan atas dasar peniruan dan sekedar ikut-ikitan saja.
            Dalam rangka menuju kematangan beragama terdapat beberapa hambatan. Pada dasarnya terdapat dua factor yang menyebabkan adanya hambatan:[10]
1)      Factor diri sendiri
Factor dari dalam diri sendiri terbagi menjadi dua: kapasitas diri dan pengalaman. Kapasitas ini berupa kemampuan ilmiah (rasio) dalam menerima ajaran-ajaran itu terlihat perbedaannya antara seseorang yang berkemampuan dan kurang berkemampuan. Bagi mereka yang mampu menerima dengan rasionya, akan menghayati dan kemudian mengamalkan ajaran-ajaran tersebut dengan baik, penuh keyakinan, dan argumentative walaupun apa yang harus ia lakukan itu berbeda dengan tradisi yang mungkin sudah mndarah daging dalam kehidupan masyarakat.
Berbeda halnya dengan orang yang kurang mampu menerima dengan rasionya, ia akan lebih banyak tergantung pada masyarakat yang ada, meskipun dalam dirinya penuh dengan tanda Tanya, apakah yang dia lakukan selama ini sudah benar. Dalam aktivitas keagamaan sebenarnya mereka penuh keraguan dan kebimbangan sehingga apabila terjadi perubahan-perubahan, perubahan tersebut tidaklah melalui proses berfikir sebelumnya, tetapi lebih bersifat emosional.
Sedangkan factor pengalaman, semakin luas pengalaman seseorang dalam bidang keagamaan, maka akan semakin mantap dan stabil dalam mengerjakan aktivitas keagamaan. Namun bagi mereka yang mempunyai pengalaman sedikit dan sempit, ia akan mengalami berbagai macam kesulitan dan akan selalu dihadapkan pada hambatan-hambatan untuk dapat mengerjakan ajaran agama secara mantap dan stabil.
2)      Factor luar
Yang dimaksud dengan factor luar yaitu beberapa kondisi dan situasi lingkungan yang tidak banyak memberikan kesempatan untuk berkembang, malah justru menganggap tidak perlu adanya perkembangan dari apa yang telah ada. Factor tersebut adalah tradisi agama atau pendidikan yang diterimanya.
            Tampaknya kematangan dan kedewasaan dalam beragama itu merupakan perkembangan lebih lanjut dari adanya konversi agama, disamping juga mungkin mengikuti perkembagan kepribadiannya yang semakin lama semakin menuju pada kedewasaan yang termasuk di dalamnya kematangan dalam beragama.
            William james mengemukakan dua buah factor yang mempengaruhi sikap keagamaan seseorang, yatiu:
1)      Factor intern, terdiri dari
a.       Tempramen
Tingkah laku yag didasarkan pada temperamaen tertentu memegang peranan penting dalam sikap beragama seseorang
b.      Gangguan jiwa
Orang yang menderita gangguan jiwa menunjukkan kelainan dalam sikap dan tingkah lakunya.
c.       Konflik dan keraguan
Konflik dan keraguan ini dapat mempengaruhi sikap seseorang terhadap agama, seperti taat, fanatic dan ateis
d.      Jauh dari Tuhan
Orang yang hidupnya jauh dari Tuhan akan merasa dirinya lemah dan kehilangan pegangan hidup, terutama saat menghadapi musibah
2)      Factor ekstern yang mempengaruhi sikap keagamaaan secara mendadak adalah:
a.       Musibah
Seringkali musibah yang sangat serius dapat mengguncangkan seseorang, dan kegoncangan tersebut seringkali memunculkan kesadaran, khususnya kesadaran keberagamaannya. Mereka merasa mendapatkan peringatan dari Tuhan
b.      Kejahatan
Mereka yang hidup dalam lembah hitam umumnya mengalami goncangan batin dan rasa dosa.
           
            Orang yang telah mengalami kematangan beragama atau kedewasaan beragama akan memegang teguh keyakinan keagamaannya, dan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dengan penuh tanggungjawab. Hal ini sering dibarengi dengan pengetahuan keagamaan yang cukup mendalam. Biasanya orang yang telah matang beragama ditunjukkan dengan kesadaran dan keyakinan yang teguh, karena menganggap benar agama yang dianutnya dan ia perlukan dalam hidupnya. Jika kematangan beragama tersebut telah ada dalam diri seseorang, segala perbuatan dan tingkah laku keagamaannya senantiasa dipertimbangkan betul-betul dan dibina atas rasa tanggungjawab, bukan atas dasar peniruan dan sekedar anut-anutan saja.
            Dalam agama Islam, kematangan Bergama akan terlihat dalam keimanan dan ketaqwaan seseorang. Apabila seseorang telah mengalami kematangan dalam beragama, ia akan mampu mengatasi segala persoalan hidup. Pada akhirnya akan tercipta ketenangan dan ketentraman jiwa.       



BAB. III
KESIMPULAN
            Perubahan dalam diri manusia terdiri atas perubahan kualitatif akibat dari perubahan psikis, dan perubahan kuantitatif akibat dari perubahan fisik. Perubahan kualitatif tersebut sering disebut dengan “perkembangan”, seperti perubahan dari tidak mengetahui menjadi mengetahuinya, dari kekenak-kanakan menjadi dewasa, dst. Sedangkan perubahan kuantitatif sering disebut dengan “pertumbuhan”, seperti perubahan tinggi dan berat badan.
            Perkembangan dapat diartikan sebagai “perubahan yang progresif dan kontinyu (berkesinambungan) dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati. Pengertian lain dari perkembangan adalah “perubahan-perubahan yang yang ialami individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya yang berlangsung secara sistematis, progresif dan berkesinambungan baik menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah)”.
            Periodesasi dalam psikologi Islam dapat ditentukan sebagai berikut:
1)      Periode pra-konsepsi: periode perkembangan manusia sebelum masa pembuahan sperma dan ovum.
2)      Periode pra-natal: periode perkembnagan manusia yang dimulai dari pembuahan sperma dan ovum sampai masa kelahiran
3)      Periode kelahiran sampai meninggal dunia

Sikap keberagamaan pada orang dewasa mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:
1)      Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang, bukan sekedar ikut-ikutan
2)      Cenderung bersifat realis, sehingga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku
3)      Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama dan berusaha untuk mempelajari dan memperdalam pemahaman keagamaan
4)      Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggungjawab diri hingga sikap keberagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup
5)      Bersikaplebih terbuka dan wawasan lebih luas
6)      Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selai didasarkan atas pertimbangan pikiran juga didasarkan atas pertimbangan hati nurani
7)      Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing, sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami serta melaksanakan ajaran agama yang diyakininya.
8)      Terlihat adanya hubungan antara sikap keberagamaan dengan kehidupan social, sehingga perhatian terhadap kepentingan organisasi social keagamaan sudah berkembang.
Secara garis besar cirri-ciri keberagamaan di usia lanjut adalah:
1)      Kehidupan keagamaan pada usia lanjut sudah mencapai tingkat kemantapan
2)      Meningkatnya kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan
3)      Mulai muncul pengakuan terhadap realitas tentang kehidupan akhirat secara sungguh-sungguh
4)      Sikap keagamaan cenderung mengarah kepada kebutuhan saling cinta antar sesame manusia, serta sifat-sifat luhur
5)      Timbul rasa takut terhadap kematian yang meningkat sejalan dengan pertambahan usia lanjutnya
6)      Perasaan takut kepada kematian ini berdampak pada peningkatan pembentukan sikap keagamaan dan kepercayaan terhadap adanya kehidupan abadi (akhirat)




DAFTAR PUSTAKA

H. Syamsu Yusuf, 2009,  Psikologi Perkembangan, Remaja Rosdakarya, Bandung
Sururin, 2004, Ilmu Jiwa Agama, Raja Grapindo Persada, Jakarta
Abdul Mujib, Jusuf Mudzakir, 2002, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta


[1] H. Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 15
[2] Abdul mujib, Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hal. 92
[3] Ibid, hal. 98
[4] Ibid, hal. 103
[5] Ibid, hal.112
[6] Sururin, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2004), hal. 83
[7] Ibid, hal. 86
[8] Ibid, hal. 87
[9] Ibid, hal. 90
[10] Ibid, hal. 92

1 komentar:

  1. Nice !!!
    Sama2 orang Jogja.
    Berbagi link ya Mba : www.seffuzone.co.cc

    BalasHapus